Seorang yang tidak melihat dengan
mata kepala sendiri suatu peristiwa masih dapat mengetahuinya melalui
pemberitaan. Persoalannya, tidak semua pemberitaan itu benar. Ada pemberitaan
yang bias, atau sengaja di buat keliru. Oleh karena itu, perlu ada upaya untuk
melakukan klarifikasi atas berita-berita yang di terima agar tidak keliru dalam
menilai suatu peristiwa di masa lalu.
Kebenaran suatu berita sangat di
tentukan oleh kualitas pewarta, yang darinya suatu berita diterima. Jika
pewarta bertingkat-tingkat, maka pewarta terakhir harus mampu menunjukan
kesinambungan urutan pewarta sebelumnya sampai kepewarta-pewarta pertama, yang
mengantarkan berita tersebut hingga sampai kepada dirinya1.
Demikian halnya dengan hadis Nabi SAW. Untuk menerima hadis dari Nabi Muhammad
unsur-unsur tersebut, yakni pewarta (rawi), materi berita (matnul hadis) dan
sandaran berita (sanad). Satupun tidak dapat ditinggalkan.
A. RAWI
1.Ta’rif Rawi
Rawi adalah orang menyampaikan atau
menuliskan dalam suatu kitab apa yang pernah didengar dan diterimanya dari
seseorang (guru). Bentuk jamaknya ruwah dan perbuatannya menyampaikan hadis
tersebut dinamakan me-rawi (meriwayatkan hadis). Seorang penyusun atau
pengarang, bila hendak menguatkan suatu hadis yang ditakhrijkan dari suatu
kitab hadis pada umumnya membubuhkan nama rawi (terakhirnya) yakni salah
satunya Imam Muslim, Imam Bukhari, Abu Daud, Ibnu Mazah, dan lain sebagainya,
pada akhir matnul hadis. Ini berarti bahwa rawi yang terkhir bagi kita semisal
Bukhari dan Muslim, kendatipun jarak kita dan beliau sangat jauh dan tidak
segenerasi, namun demikian kita dapat menemui dan menguji kitab beliau, yang
hal ini merupakan sanad yang kuat bagi kita bersama.2
2.Sistem Para Penyusun Kitab Hadis dalam
Menyebutkan Nama Rawi yang Terakhir
Untuk menghemat mencantumkan
nama-nama rawi yang banyak jumlahnya, penyusun kitab hadis, biasanya tidak
mencantumkan nama-nama para perawi secara keseluruhan, melainkan hanya
merumuskan dengan bilangan yang menunjukan banyak atau sedikitnya rawi hadis
pada akhir matnul hadisnya. Misalnya rumusan yang di ciptakan oleh Ibnu Isma’il
as-Shan’any dalam kitab Subulus-Salam:3
a)Akhrajahus-Sab’ah: Imam Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim, Abu Dawud,
Turmidzi, An-Nasa’iy, dan Ibnu Majah.
b)Akhrajahus-Sittah: diriwayatkan oleh enam rawi, yakni tujuh rawi diatas
kecuali Imam Ahmad.
c)Akhrajahul-Khamsah: diriwayatkan oleh lima orang rawi, yakni tujuh rawi
diatas, di kurangi Buklhari dan Muslim. Rumusan ini dapat diganti dengan istilah
Akhrajahul-Arba’ah wa Ahmad.
d)Akhrajahul-Arba’ah: Ashabus-Sunan yang empat yakni Abu Dawud, At-Turmidzi,
An-Nasa’iy, dan Ibnu Majah.
e)Akhrajus-Tsalatsah: diriwayatkan oleh tiga orang rawi yakni Abu Dawud,
At-Turmidzi, dan An-Nasa’iy.
f)Akhrajahus-Syaikhain: diriwayatkan dua imam hadis yakni Bukhari dan Muslim.
g)Akhrajahul-Jama’ah: diriwayatkan oleh rawi-rawi hadis yang banyak jumlahnya.
h)Muttafakun ‘Alaih: diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, dan Imam Ahmad (rumusan
yang diciptakan oleh Mansur Ali Nashif).
3. Bentuk dan Sistem Para
Muhadditsin dalam Menyusun Kitab Hadis
Dalam menghimpun dan menyusun
kitab-kitab hadis para muhaditsin menggunakan tiga bentuk:
a)Takhrij
Istilah takhrij dalam penggunaan fi’il Madlinya memakai kata akhraja yang
mempunyai tiga pengertian yakni:
Suatu usaha menjadi sanad hadis yang terdapat dalam sebuah kitab hadis karya
orang lain menyimpang dari pada sanad hadis karya orang lain tersebut. Usaha
mukharrij (oranr yang mentakhrijkan) tersebut di himpun dalam sebuah kitab, dn
kitab yang demikian inilah yang disebut Mustakhraj misalnya: Mustakhraj Abu
Nu’aim adalah salah satu kitab takhrij hadis soheh Bukhari, dan takhrij Ahman
bin Hamdan adalah salah satu dari kitab mustakhraj soheh Muslim.
Suatu penjelasan dari penyusun hadis bahwa hadis yang dinukilnya terdapat dalam
kitab hadis yang telah disebut nama penyusunnya. Misalnya apabila pada nuklin
hadisnya menggunakan istilah akhrajahul Bukhari, hadis itu dinukil dari kitab
Sohih Bukhari.
Suatu istilah penyusun hadis untuk mencari derajat, sanad, dan rawi hadis yang
diterangkan oleh pengarang suatu kitab.
b)Tashnif
Tashnif ialah usaha menhimpun/menyusun beberapa hadits ( kitab hadits ) dengan
membubuhi keterangan mengenai arti kalimat yang sulit-sulit dan memberikan
interpretasi sekedarnya . Kalau dalam memberikan interpretasi itu dengan jalan
memberikan dan menjelaskan dengan hadits lain,dengan ayat-ayat Al-Qur’an atau
ilmu-ilmu yang lain, maka usaha semacam ini disebut men-syarah-kan, misalnya:
shahihu’l Bukhary bi Syahri’l Kirmany, oloeh Muhammad Ibn Yusuf Al-Kirmany.
c)Ikhtishar
Ikhtishar ialah suatu usaha untuk meringkaskan kitab-kitab Hadits. Yang
diringkas biasanya ialah sanadnya dan hadits-hadits yang telah berulang-ulang
disebutkan oleh pengarang semula, tidak perlu ditulis kembali.Diantara
mukhtasharShahih Bukhary ialah kitab Mukhtasharul Bukhary, karya Abul Abbas
Al-Qurtuby.Perbedaan antara kitab Mustakhraj dan Mukhtashar ialah Kitab
Mushtakhraj itu tidak perlu adanya persesuaian lafadh dengan kitab yang di
takhrijkan bahkan kadang ditemui adanya perbedaan lafadh dan perubahan yang
sangat menonjol, sehingga mengakibatkan perbedaan arti.
4.Gelar Rawi Hadits
Para imam ahli hadits mendapat
berbagai gelar sesuai keahlian dibidang ilmu hadits yang dimilikinya, termasuk
kemampuannya menghafal ribuan hadits. Gelar yang di maksud adalah sebagai
berikut:
a)Amirul Mukminin fil Hadits
Gelar ini diberikan kepda khalifah setelah khalifah Abu Bakar As-Shidiq. Mereka
yang memperoleh gelar ini antara lain Syu’bah Ibnu al-Halaj, Sofyan ats-Tsauri,
Ishak Ibnu Rahawaih, Ahmad Ibnu Hambal, Bukhari ad-Daruqutni, dan Muslim.
b)Al-Hakim
Yaitu gelar keahlian bagi imam-imam hadits yang menguasai seluruh hadits yang
marwiyah (diriwayatkan), baik matan, maupun sanadnya dan mengetahui ta’dil
(terpuji) dan tajrih (tercela)-nya rawi-rawi. Setiap rawi di ketahui sejarah
hidupnya, perjalanannya, guru-guru, dan sifat-sifatnya yang dapat duterima
maupun di tolak. Beliau harus dapat menghafal hadits lebih dari 300.000 hadits
beserta sanadnya.4 Yang dapat gelar ini antara lain Imam Syafi’i dan Imam
Malik.
c)Al-Hujjah
Yaitu gelar para imam ahli hadits yang mampu menghafal 300.000 hadits baik
matan, sanad, maupun ikhwal biografi para perawinya termasuk tentang keadilan
dan cacat yang dimilikinya. Diantara mereka adalah Hisyam bion Urwah (wafat 146
H), Muhamad bin al-Walid (wafat 149 H) dan Muhamad Abdullah bin Amr (wafat 242
H).
d)Al-Hafidz
Merupakan gelar yang di berikan kepada ahli hadits yang dapat menshahihkan
sanad dan matan hadits serta dapat menunjukan keadilan maupun cacat perawinya.
Al-Hafidz mampu menghafal 100.000 hadits. Di antaranya adalah Al-Iraqiy,
Syarafuddin ad-Dimyathi, Ibnu Hajar al-Asqolani dan Ibnu Daqiqil id.
e)Al-Muhadditsin
Ada yang berpendapat bahwa Al-Muhadits sama dengan Al-Hafidz namun belakangan,
Al-Muhaddis diberikan kepada orang yang mampu nengetahui sanad, illat, nama
rawi, tinggi rendahnya derajat hadits dan memahami kutubus-Sittah, musnad Imam
Ahmad, Sunan Baihaqi, Mu’jam Thabrani. Ia juga mampu menghafal 1.000 hadits di
antaranya adalah Atha’ bin Abi Ribah (wafat 115 H) dan Imam Az-Zabidi (ulama
yang meringkas kitab Bukhari-Muslim).
f)Al-Musnid
Yakni gelar kleahlian bagi orang yang meriwayatkan hadits beserta sanadnya baik
menguasai ilmunya atau tidak. Al-Musnad juga di sebut dengan At-Thalib,
Al-Mubtadi’ dan Ar-Rawi.5
B. MATNUL HADITS
Kata matan menurut bahasa berarti:
keras, kuat, suatu yang nampak dan yang asli. Dalam perkembangan karya
penulisan ada matan dan syarah. Matan disini di maksudkan karya atau karangan
asal seseorang yang pada umumnya menggunakan bahasa yang universal, padat, dan
singkat. Dimaksudkan dalam konteks hadits, hadits sebagai matan kemudian
diberikan syarah atau penjelasan yang luas oleh para ulama, misalnya Shahih
Bukhari disyarahkan oleh Al-Asqolani dengan nama Fath al-Bari’ dan lain-lain.6
Yang di sebut dengan matnul hadits,
ialah pembicaraan (kalam) atau materi berita yang diover oleh sanad yang
terakhir. Baik pembicaraan itu sabda Rasulullah saw, sahabat atau tabi’in. Baik
isi pembicaraan itu tentang perbuatan Nabi, maupun perbuatan sahabat yang tidak
di sanggah oleh Nabi.7 Misalnya, Al-Hakim meriwayatkan bahwa Rasulullah saw
bersabda,”Penghulu syuhada adalah Hamzah dan orang yang berdiri dihadapan
penguasa untuk menasehatinya lantas ia dibunuh karenanya”. Pernyataan demikian
merupakan matan (isi dari sebuah hadits) yang diriwayatkan oleh Imam Malik.
Contoh lain, Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah saw
bersabda,”Masyarakat itu berserikat dalam tiga barang: air, padang gembalaan,
dan api”. Sabda Rasul tersebut merupakan matan hadits yang diriwayatkan oleh
kedua perawi hadits tersebut.8
C. SANAD
1. Arti Sanad
Sanad atau thariq, ialah jalan yang
dapat menyambungkan matnul hadits kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw.
Dalam bidang ilmu haduts sanad itu merupakan neraca untuk menimbang shahih atau
dhaifnya. Andai kata salah seorang dalam sanad ada yang fasik atau yang
tertuduh dusta atau jika setiap para pembawa berita dalam mata rantai sanad
tidak bertemu langsung (muttashil), maka hadits tersebut dhaif sehingga tidak
dapat dijadikan hujja. Demikian sebaliknya jika para pembawa hadits tersebut
orang-orang yang cakap dan cukup persyaratan, yakni adil, takwa, tidak fasik,
menjaga kehormatan diri (muru’ah), dan memilikimdaya ingat yang kredibel, sanadnya
bersambung dari satu periwayat ke periwayat lain sampai pada sumber berita
pertama, maka haditsnya dinilai shahih.9
Tidak layak naik ke loteng atau
atap rumah kecuali dengan tangga. Maksud tangga adalah sanad, jadi seseorang
tidak akan mungkin sampai kepada Rasulullah dalam periwayatan hadits melainkan
harus melalui sanad. Pernyataan di atas memberikan petunjuk, bahwa apabila
sanad suatu hadits benar-benar dapat di pertanggung jawabkan keshahihannya,
maka hadits itu pada umumnya berkualitas shahih dan tidak ada alasan untuk
menolaknya. Studi sanad khusus hanya dimiliki umat Muhammad, umat-umat
terdahulu sekslipun dalam penghimpunan kitab suci mereka dan juga tidak ditulis
pada masa Nabi nya tidak disertai sanad. Padahal ditulis setelah ratusan tahun
dari masa Nabi nya. Kitab suci mereka ditulis berdasarkan ingatan beberapa
generasi yang dinisbatkan pada Nabi Isa yang tidak di sertai dengan sanad.10
1.Arti Isnad, Musnid dan Musnad
Usaha seseorang ahli hadits dalam
menerangkan sebuah hadits yang diikutinya dengan penjelasan kepada siapa hadits
itu disandarkan, disebut meng-isnad-kan hadits. Hadits yang telah di isnadkan
oleh si Musnid (orang yang mengisnadkan) disebut dengan hadits musnad. Misalnya
musnad Asy-Syihhab dan musnad Al-Firdaus, merupakan kumpulan hadits yang telah
di isnadkan oleh Asy-Syihhab dan Al-Firdaus.
Selain itu musnad dapat juga berarti :
a)Hadits yang marfu’ lagi muttasil (sanadnya bersambung-sambung, tidak
terputus)
b)Nama kitab yang menghimpun seluruh hadits yang diriwayatkan oleh para
sahabat.11
Dalam kitab musnad ini, nama shahabatlah yang di ketengahkan sebagai maudlu’
(objek). Semua hadits yang diriwayatkan oleh seorang shahabat terhimpun dalam
satu kelompok, tanpa diklasifikasikan isinya dan tanpa disisihkan antara makna
hadits yang shahih dan yang dlaif.
2.Tinggi Rendahnya Rangkaian Sanad
Sebagaimana dimaklumi, bahwa suatu
hadits sampai kepada kita melalui sanad-sanad. Setiap sanad bertemu dengan rawi
yang dijadikan sandaran menyampaikan berita (sanad setingkat lebih di atas), sehingga
seluruh sanad itu merupakan suatu rangkaian. Rangkaian sanad itu adalah
berderajat tinggi, sedang dan lemah, mengingat perbedaan ke-dlabith-an
(kesetiaan ingatan) dan keadilan rawi yang dijadikan sanadnya. Rangkaian sanad
yang berderajat tinggi menjadikan suatu hadits lebih tinggi derajatnya dari
pada hadits yang rangkaian sanadnya sedang atau lemah.12 Para muhaditsin
membagi tingkatan sanadnya menjadi tiga bagian,yaitu:
a)Ashahhul Asanid (sanad-sanad yang lebih shahih), contoh Ashahhul Asanid dari
sahabat tertentu yaitu, Umar bin Khaththab r.a., ialah yang diriwayatkan oleh
Ibnu Syihab Az-Zhuhri dari Salim bin Abdullah bin Umar, dari ayahnya (Abdullah
bin Umar), dari kakeknya (Umar bin Khaththab).
b)Ahsanul Asanid (sanad-sanad yang lebih hasan). Sanad ini lebih rendah
derajatnya daripada yang bersanad Ashahhul Asanid. Contoh bila hadis tersebut
bersanad antara lain : Bahaz bin Hakim dari ayahnya (Hakim bin Mu’awiyah) dari
kakeknya (Mu’awiyah bin Haidah) dan Amru’ bin Syuaib dari ayahnya (Syuaib bin Muhamad)
dari kakeknya (Muhamad bin Abdillah bin Amr bin Ash).
c)Adl’aful Asanid (sanad-sanad yang lebih lemah), rangkaian sanad yang Adl’aful
Asanid salah satunya adalah : Abu Bakar As-Shidiq r.a., ialah yang diriwayatkan
oleh Shadaqah bin Musa dari Abi Ya’qub Farqad bin Ya’qub dari Murrah
Ath-Thayyib dari Abu Bakar r.a.
Seorang yang tidak melihat dengan mata kepala sendiri suatu peristiwa masih dapat mengetahuinya melalui pemberitaan. Persoalannya, tidak semua pemberitaan itu benar. Ada pemberitaan yang bias, atau sengaja di buat keliru. Oleh karena itu, perlu ada upaya untuk melakukan klarifikasi atas berita-berita yang di terima agar tidak keliru dalam menilai suatu peristiwa di masa lalu.
Demikian halnya dengan hadis Nabi SAW. Untuk menerima hadis dari Nabi Muhammad unsur-unsur tersebut, yakni pewarta (rawi), materi berita (matnul hadis) dan sandaran berita (sanad). Satupun tidak dapat ditinggalkan.
a)Akhrajahus-Sab’ah: Imam Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim, Abu Dawud, Turmidzi, An-Nasa’iy, dan Ibnu Majah.
b)Akhrajahus-Sittah: diriwayatkan oleh enam rawi, yakni tujuh rawi diatas kecuali Imam Ahmad.
c)Akhrajahul-Khamsah: diriwayatkan oleh lima orang rawi, yakni tujuh rawi diatas, di kurangi Buklhari dan Muslim. Rumusan ini dapat diganti dengan istilah Akhrajahul-Arba’ah wa Ahmad.
d)Akhrajahul-Arba’ah: Ashabus-Sunan yang empat yakni Abu Dawud, At-Turmidzi, An-Nasa’iy, dan Ibnu Majah.
e)Akhrajus-Tsalatsah: diriwayatkan oleh tiga orang rawi yakni Abu Dawud, At-Turmidzi, dan An-Nasa’iy.
f)Akhrajahus-Syaikhain: diriwayatkan dua imam hadis yakni Bukhari dan Muslim.
g)Akhrajahul-Jama’ah: diriwayatkan oleh rawi-rawi hadis yang banyak jumlahnya.
h)Muttafakun ‘Alaih: diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, dan Imam Ahmad (rumusan yang diciptakan oleh Mansur Ali Nashif).
a)Takhrij
Istilah takhrij dalam penggunaan fi’il Madlinya memakai kata akhraja yang mempunyai tiga pengertian yakni:
Suatu usaha menjadi sanad hadis yang terdapat dalam sebuah kitab hadis karya orang lain menyimpang dari pada sanad hadis karya orang lain tersebut. Usaha mukharrij (oranr yang mentakhrijkan) tersebut di himpun dalam sebuah kitab, dn kitab yang demikian inilah yang disebut Mustakhraj misalnya: Mustakhraj Abu Nu’aim adalah salah satu kitab takhrij hadis soheh Bukhari, dan takhrij Ahman bin Hamdan adalah salah satu dari kitab mustakhraj soheh Muslim.
Suatu penjelasan dari penyusun hadis bahwa hadis yang dinukilnya terdapat dalam kitab hadis yang telah disebut nama penyusunnya. Misalnya apabila pada nuklin hadisnya menggunakan istilah akhrajahul Bukhari, hadis itu dinukil dari kitab Sohih Bukhari.
Suatu istilah penyusun hadis untuk mencari derajat, sanad, dan rawi hadis yang diterangkan oleh pengarang suatu kitab.
b)Tashnif
Tashnif ialah usaha menhimpun/menyusun beberapa hadits ( kitab hadits ) dengan membubuhi keterangan mengenai arti kalimat yang sulit-sulit dan memberikan interpretasi sekedarnya . Kalau dalam memberikan interpretasi itu dengan jalan memberikan dan menjelaskan dengan hadits lain,dengan ayat-ayat Al-Qur’an atau ilmu-ilmu yang lain, maka usaha semacam ini disebut men-syarah-kan, misalnya: shahihu’l Bukhary bi Syahri’l Kirmany, oloeh Muhammad Ibn Yusuf Al-Kirmany.
c)Ikhtishar
Ikhtishar ialah suatu usaha untuk meringkaskan kitab-kitab Hadits. Yang diringkas biasanya ialah sanadnya dan hadits-hadits yang telah berulang-ulang disebutkan oleh pengarang semula, tidak perlu ditulis kembali.Diantara mukhtasharShahih Bukhary ialah kitab Mukhtasharul Bukhary, karya Abul Abbas Al-Qurtuby.Perbedaan antara kitab Mustakhraj dan Mukhtashar ialah Kitab Mushtakhraj itu tidak perlu adanya persesuaian lafadh dengan kitab yang di takhrijkan bahkan kadang ditemui adanya perbedaan lafadh dan perubahan yang sangat menonjol, sehingga mengakibatkan perbedaan arti.
a)Amirul Mukminin fil Hadits
Gelar ini diberikan kepda khalifah setelah khalifah Abu Bakar As-Shidiq. Mereka yang memperoleh gelar ini antara lain Syu’bah Ibnu al-Halaj, Sofyan ats-Tsauri, Ishak Ibnu Rahawaih, Ahmad Ibnu Hambal, Bukhari ad-Daruqutni, dan Muslim.
b)Al-Hakim
Yaitu gelar keahlian bagi imam-imam hadits yang menguasai seluruh hadits yang marwiyah (diriwayatkan), baik matan, maupun sanadnya dan mengetahui ta’dil (terpuji) dan tajrih (tercela)-nya rawi-rawi. Setiap rawi di ketahui sejarah hidupnya, perjalanannya, guru-guru, dan sifat-sifatnya yang dapat duterima maupun di tolak. Beliau harus dapat menghafal hadits lebih dari 300.000 hadits beserta sanadnya.4 Yang dapat gelar ini antara lain Imam Syafi’i dan Imam Malik.
c)Al-Hujjah
Yaitu gelar para imam ahli hadits yang mampu menghafal 300.000 hadits baik matan, sanad, maupun ikhwal biografi para perawinya termasuk tentang keadilan dan cacat yang dimilikinya. Diantara mereka adalah Hisyam bion Urwah (wafat 146 H), Muhamad bin al-Walid (wafat 149 H) dan Muhamad Abdullah bin Amr (wafat 242 H).
d)Al-Hafidz
Merupakan gelar yang di berikan kepada ahli hadits yang dapat menshahihkan sanad dan matan hadits serta dapat menunjukan keadilan maupun cacat perawinya. Al-Hafidz mampu menghafal 100.000 hadits. Di antaranya adalah Al-Iraqiy, Syarafuddin ad-Dimyathi, Ibnu Hajar al-Asqolani dan Ibnu Daqiqil id.
e)Al-Muhadditsin
Ada yang berpendapat bahwa Al-Muhadits sama dengan Al-Hafidz namun belakangan, Al-Muhaddis diberikan kepada orang yang mampu nengetahui sanad, illat, nama rawi, tinggi rendahnya derajat hadits dan memahami kutubus-Sittah, musnad Imam Ahmad, Sunan Baihaqi, Mu’jam Thabrani. Ia juga mampu menghafal 1.000 hadits di antaranya adalah Atha’ bin Abi Ribah (wafat 115 H) dan Imam Az-Zabidi (ulama yang meringkas kitab Bukhari-Muslim).
f)Al-Musnid
Yakni gelar kleahlian bagi orang yang meriwayatkan hadits beserta sanadnya baik menguasai ilmunya atau tidak. Al-Musnad juga di sebut dengan At-Thalib, Al-Mubtadi’ dan Ar-Rawi.5
Selain itu musnad dapat juga berarti :
a)Hadits yang marfu’ lagi muttasil (sanadnya bersambung-sambung, tidak terputus)
b)Nama kitab yang menghimpun seluruh hadits yang diriwayatkan oleh para sahabat.11
Dalam kitab musnad ini, nama shahabatlah yang di ketengahkan sebagai maudlu’ (objek). Semua hadits yang diriwayatkan oleh seorang shahabat terhimpun dalam satu kelompok, tanpa diklasifikasikan isinya dan tanpa disisihkan antara makna hadits yang shahih dan yang dlaif.
a)Ashahhul Asanid (sanad-sanad yang lebih shahih), contoh Ashahhul Asanid dari sahabat tertentu yaitu, Umar bin Khaththab r.a., ialah yang diriwayatkan oleh Ibnu Syihab Az-Zhuhri dari Salim bin Abdullah bin Umar, dari ayahnya (Abdullah bin Umar), dari kakeknya (Umar bin Khaththab).
b)Ahsanul Asanid (sanad-sanad yang lebih hasan). Sanad ini lebih rendah derajatnya daripada yang bersanad Ashahhul Asanid. Contoh bila hadis tersebut bersanad antara lain : Bahaz bin Hakim dari ayahnya (Hakim bin Mu’awiyah) dari kakeknya (Mu’awiyah bin Haidah) dan Amru’ bin Syuaib dari ayahnya (Syuaib bin Muhamad) dari kakeknya (Muhamad bin Abdillah bin Amr bin Ash).
c)Adl’aful Asanid (sanad-sanad yang lebih lemah), rangkaian sanad yang Adl’aful Asanid salah satunya adalah : Abu Bakar As-Shidiq r.a., ialah yang diriwayatkan oleh Shadaqah bin Musa dari Abi Ya’qub Farqad bin Ya’qub dari Murrah Ath-Thayyib dari Abu Bakar r.a.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar