A. Pendahuluan
Ditinjau dari segi bahasa Dakwah berarti panggilan, seruan
atau ajakan. Bentuk perkataan tersebut dalam bahasa Arab disebut mashdar.
Sedangkan bentuk kata kerja (fi’il)nya berarti memanggil, menyeru atau mengajak
(Da’a, Yad’u, Da’watan). Orang yang berdakwah bisa disebut dengan Da’i dan
orang yang menerima dakwah atau orang yang didakwahi disebut dengan Mad’u.[1]
Secara konseptual, dakwah dipahami oleh para pakar secara
beragam. Ibnu Tamiyyah misalnya, mengartikan dakwah sebagai proses usaha untuk
mengajak masyarakat (mad’u) untuk beriman kepada Allah dan rasul-Nya sekaligus
mentaati apa yang diperintahkan oleh Allah dan rasul-Nya itu.[2]
Sementara itu Abdul Munir Mulkhan mengartikan dakwah sebagai usaha mengubah
situasi kepada yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap individu maupun
masyarakat.[3]
B. Pembahasaan
1. OBJEK KAJIAN ILMU DAKWAH
Ilmu dakwah adalah ilmu yang mempelajari tentang bagaimana
berdakwah atau mensosialisasikan ajaran Islam kepada objek dakwah (masyarakat)
dengan berbagai pendekatan agar nilai-nilai ajaran Islam dapat direalisasikan
dalam realitas kehidupan, dengan tujuan agar mendapat ridha Allah SWT.
Menurut pendapat Ismail Al Faruqi kegiatan dakwah merupakan
usaha dalam berfikir, berdebat atau menyanggah. Ia merupakan produk paling
akhir dari proses kritis intelektual. Sehingga isi dakwah tidak sekedar apa
yang diketahui dan disajikan. Isi dakwah adalah kebenaran yang diterima secara
tulus dan pembenarannya yang didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan atas
beberapa alternatif. Lebih jauh Ismail Al Faruqi menambahkan bahwa dakwah
adalah suatu proses kritis dari rational intelection berdasarkan sifatnya yang
tidak pernah dogmatis, dan tidak pernah didasarkan atas kewenangan seseorang
atau suatu tradisi. Dakwah Islam adalah suatu bentuk penyajian terhadap hasil
penilaian kritis bagi nilai-nilai kebenaran, sebuah preposisi, sebuah fakta
metafisik dan etik serta relevansinya bagi manusia. Ia tidak akan pernah membawa
manusia pada suatu yang menyalahi fitrah manusia. Dakwah Islam memihak pada
kebenaran, al-haq dan ma’ruf karena kebenaran, al-haq dan al-ma’ruflah yang
sesuai dengan fitrah manusia. Dengan demikian ada hubungan antara Islam,
dakwah, fitrah manusia dan kebenaran. Maka, dalam dakwah tidak ada paksaan,
tidak ada tipu muslihat, tidak ada pendangkalan fungsi akal, tidak ada
pengkaburan kesadaran dan penciptaan prakondisi negatif lain yang akan
mendorong pada penerimaan dakwah secara paksa. Sedangkan menurut Ali
Mahfuzh mendefinisikan dakwah sebagai upaya memotivasi umat manusia untuk
melaksanakan kebaikan, mengikuti petunjuk serta memerintah mereka berbuat
ma’ruf dan mencegahnya dari perbuatan munkar agar mereka memperoleh kebahagiaan
dunia dan akhirat.[4] Berdasarkan
pengertian tersebut, maka dakwah secara essensial bukan hanya berarti usaha
mengajak mad’u beriman dan beribadah kepada Allah, tetapi juga bermakna
menyadarkan manusia terhadap realitas hidup yang harus mereka hadapi
berdasarkan petunjuk Allah dan RasulNya.[5]
Pemaknaan
tentang hakikat dakwah itu dapat dipahami dalam ayat-ayat yang artinya sebagai
beikut :
Maka
hadapkanlah wajah mu dengan lurus kepada Agama (Allah);(tetaplah atas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan
pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manuia tidak
mengetahui. (QS 30:30).
Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat:
“Sesungguhnya
Aku hendak menjadikan seseorang khalifah di muka bumi”, Mereka berkata:”Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?”Tuhanmu berfirman: “Sesungguhnya
Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.(QS 2:30)
Dan
Aku menjadikan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (QS
51:56).
Merujuk
pada pengertian dakwah itu, dapat dibangun beberapa hubungan, yaitu variable
iman dan amal saleh disatu pihak, dan hubungan khairul bariyah dan khairul
ummah dipihak lain. Maka tujuan akhir dakwah Islam adalah terwujudnya khairul
ummah yang basisnya didukung oleh muslim yang berkualitas khairul bariyyah,
yang oleh Allah dijanjikan akan memperoleh ridha-Nya (QS.98:7-8). Tercapainya
khairul ummah didahului oleh terwujudnya khairul bariyyah. Karena, ummah
merupakan konsep kesatuan fikrah dan jama’ah Islam, sedangkan khairul bariyyah
merupakan konsep kualitas sumber daya syakhsiyah. Untuk itu, tegaknya khairul
ummah ditopang oleh terwujudnya khairul bariyyah. Basis integrasi khairul
bariyyah bersifat determinatif atas terwujudnya khairul usroh dan seterusnya.
Khairul usroh bersiat determinatif atas terwujudnya khairul jamaah, dan pada
akhirnya khairul jamaah menjadi syarat terwujudnya khairul ummah.
Deskripsi
diatas menjelaskan bahwa ilmu dakwah pada hakekatnya adalah ilmu yang
menyadarkan dan mengembalikan manusia pada fitrahnya, pada fungsi dan tujuan
hidup manusia menurut Islam.
a.
Objek
Material Ilmu Dakwah
Menurut Amrullah Ahmad, objek material ilmu dakwah adalah
semua aspek ajaran Islam (dalam Al-Qur’an dan Sunnah), sejarah dan peradaban Islam
(hasil ijtihad dan realisasinya dalam sistem pengetahuan, teknologi, sosial,
hukum, ekonomi, pendidikan dan kemsyarakatan lainnya, khususnya kelembagaan
Islam). Dengan demikian, objek meterial ilmu dakwah adalah ajaran pokok
(Al-Qur’an dan Sunnah) dan menfestasinya dalam semua aspek kehidupan manusia
dalam sepanjang sejarah Islam. Objek material ini termanifestasi dalam disiplin
ilmu-ilmu ke-Islaman lainnya yang kemudian berfungsi sebagai ilmu baru disiplin
dakwah Islam.
Dari
uraian diatas dapat ditekankan bahwa objek yang dikaji ilmu dakwah berkaitan
dengan objek kajian ilmu-ilmu ke-Islam-an lainnya.
Sedangkan menurut penjelasan Cik Hasan Bisri objek material
ilmu dakwah adalah unsur substansial ilmu dakwah yang terdiri dari enam
komponen, yaitu da’i, mad’u, metode, materi, media dan tujuan dakwah.
Sementara itu, objek formal ilmu dakwah adalah mengkaji salah satu sisi objek
material tersebut, yakni kegiatan mengajak umat manusia supaya masuk ke
jalan Allah (sistem Islam) dalam semua segi kehidupan.
Dalam hal ini Ilyas Supena kurang sependapat dengan
pandangan Amrullah karena dua alasan berikut. Pertama, jika objek material ilmu
dakwah adalah semua aspek ajaran Islam yang mencakup Al-Qur’an, sunnah, hasil
ijtihad, maka ilmu dakwah menjadi sebuah disiplin yang memiliki corak idealisme
epistemologis. Dengan corak epistemologis ini, kebenaran transendental (rohani)
yang terwujud dalam bentuk wahyu akan menjadi sebuah kebenaran mutlak,
sementara aktualisasi kebenaran wahyu tersebut pada tingkat historis menjadi
terabaikan. Pada gilirannya ilmu dakwah menjadi bersifat dogmatis. Kedua,
Amrullah beranggapan ilmu dakwah merupakan bagian dari ilmu-ilmu keagamaan,
seperti halnya fiqh, tafsir dan kalam, sehingga objek material ilmu-ilmu
tersebut adalah Al-Qur’an, sunnah dan hasil ijtihad. Padahal menurut Ilyas
Supena, ilmu dakwah adalah ilmu yang berhubungan dengan upaya mewujudkan
masyarakat Islam yang ideal sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Sebagaimana
telah dijelaskan bahwa hakekat dakwah adalah membangun standar kualitas hidup
sebagai media transformasi nilai. Sedangkan menurut penulis, ilmu dakwah adalah
ilmu yang mengajarkan tentang bagaimana mengajak manusia ke dalam jalan yang di
ridhai Allah SWT.
b.
Objek
Formal Ilmu Dakwah
Sementara itu, objek formal ilmu dakwah adalah manusia
dilihat dari sisi fitrahnya yang hanif atau cenderung kepada Tuhan
(Agama). Dakwah dalam hal ini memberdayakan manusia dalam rangka mewujudkan
masyarakat ideal. Sesuai dengan ajaran-ajaran Islam. Mewujudkan masyarakat ideal
inilah yang kemudian menjadi tujuan dari dakwah.
Dalam sudut pandang ilmu sosial
hermeneutis, objek material dan objek formal ilmu dakwah menunjukkan bahwa ilmu
dakwah terdapat dua hal yang saling berkaitan: yaitu dimensi empirik kehidupan
sosial manusia dan dimensi pemikiran yang terkandung dalam teks (Al-Qur’an dan
sunnah) yang akan disampaikan da’i kepada manusia (mad’u) tesebut. Namun
demikian, dari dua dimensi tersebut, dimensi empirik kehidupan manusia tetap
menjadi yang penting dalam dakwah. Dengan kata lain, kehidupan manusia saat
inilah yang menjadi fokus kajian ilmu dakwah.
Kemudian untuk memberdayakan dan
mewujudkan masyarakat ideal tersebut dapat dilakukan secara lisan maupun
tulisan, serta dengan mengelola hasil-hasil dakwah dalam bentuk lembaga-lembaga
Islam. Dengan melakukan sistematisasi tindakan, koordinasi, sinkronisasi dan
intregasi program serta mengelola sumber daya dan waktu yang tersedia untuk
mencapai sasaran dan tujuan dakwah Islam.
Pemberdayaan masyarakat dengan cara
lisan dan tulisan ini dikenal dengan tabligh Islam yang didalamnya mengandung
dua dimensi kekuatan yakni komunikasi dan penyiaran Islam serta bimbingan dan
penyiaran Islam. Yang pertama bersifat massal dan yang kedua bersifat
individual.
Secara
kategoris obyek formal ilmu dakwah itu terlihat dalam gambar berikut ini:
Perilaku Keagamaan
|
Perilaku Keislaman
|
Dimensi Ruang dan Waktu
|
Perilaku Teknologis
|
Obyek Ilmu Formal Dakwah
|
Perilaku
keagamaan adalah ruang terjadinya persentuhan antara obyek material ilmu
dakwah dengan ilmu sosial. Perilaku keislaman adalah ruang persentuhan obyek
material ilmu dakwah dengan ilmu-ilmu keislaman. Seddangkan perilaku teknologis
adalah ruang persentuhan obyek material ilmu dakwah dengan penerapan teknologi
untuk kesejahteraan manusia (seperti teknologi komunikasi). Bentuk-bentuk
empirik dari apa yang menjadi obyek formal kajian ilmu dakwah itu
meliputi antara lain ajakan untuk membela dan menerapkan kebenaran melalui
media lisan, tulisan, perbuatan nyata, pengorganisasian terhadap berbagai
kegiatan pembelaan dan pengaplikasian kepada kebenaran serta pengelolaan
lembaga-lembaga yang berkaitan dengan berbagai kegiatan tersebut. Secara
kategoris obyek formal ilmu dakwah adalah ruang persentuhan antara perilaku
keagamaan, perilaku keislaman, dan perilaku teknologis dalam dimensi ruang dan
waktu. Secara terperinci. Obyek formal ilmu dakwah itu terdiri atas realitas
dakwah berupa proses interaksi unsur-unsur dakwah.
2. ISTILAH-ISTILAH YANG BERAMAAN DENGAN
DAKWAH
Beberapa istilah ini untuk
memudahkan rangka kerja usaha dakwah kerana aktivis dari pada berbagai latar
belakang yang berlainan terutamanya negara dan bahasa yang berbeda. Seseorang
tidak pernah diwajibkan untuk mengingat istilah-istilah ini, sebaliknya akan
mudah dipahami dan diingat sesuai dengan masa dan pengalaman bersama jemaah.
Alim ulama juga menasihatkan supaya tidak menggunakan istilah-istilah ini di
khalayak umum sebaliknya menggunakan bahasa yang mudah dipahami seperti 'bayan'
disebut sebagai 'perbincangan/ muzakarah iman dan amal', 'karkun' kepada 'rakan
seusaha', 'rahaba' kepada 'penunjuk jalan'.
Istilah
yang dinyatakan;
Amir: Pimpinan yang diangkat untuk suatu tempat. Juga
pimpinan yang diangkat untuk suatu jamaah keluar di jalan Allah. Tugas Amir
adalah berkhidmat kepada jamaah, bukan sebagai diktator.
Bayan: Mejelis Penerangan untuk menerangkan maksud dan tujuan
usaha tabligh. Bayan biasanya berkisar untuk membicarakan enam sifat utama yang
perlu diusahakan. (a) Keyakinan kepada kekuasaan Allah Swt dan keyakinan yang
teguh kepada sunnah Rasulullah Saw. sebagai sumber kejayaan yang hakiki. Inilah
anjuran dari kalimah Tayyibah: Laailaaha illallah Muhammadur rasulullah. (b)
Memperbaiki shalat supaya menjadi shalat yang ampuh untuk mendapatkan
pertolongan Allah. Shalat diusahakan supaya mirip dengan shalatnya Rasulullah
Saw. (c) Ilmu dan dzikir, keduanya saling berkaitan. Sebagai alat untuk
mengingat Allah dan mendekati Allah. (d) Ikramul Muslimin, yaitu menghormati
dan menjaga hak-hak orang Islam. (e) Memperbaiki niat (tasyhih niat), yaitu
menjaga niatnya semata-mata karena Allah,bukan untuk tujuan lain. (f) Dakwah
dan tabligh yaitu: Suatu usaha yang perlu dilakukan untuk menerapkan pentingnya
usaha dakwah dan tabligh di kalangan umat yang menjadi teras umat yang terbaik.
Di akhir bayan dilakukan tasykil untuk mengajak orang banyak agar dapat
meluangkan waktunya untuk keluar di jalan Allah.
Bayan Hidayah: Bayan untuk menerangkan ushul-ushul tabligh di jalan Allah. Kerangka kerja di jalan Allah. (*nasihat-nasihat terhadap jemaah yang telah dibentuk sebelum berangkat khuruj, perkara terpenting ialah mengikuti tertib-tertib yang telah diberikan dalam usaha dakwah dan tabligh).
Bayan Hidayah: Bayan untuk menerangkan ushul-ushul tabligh di jalan Allah. Kerangka kerja di jalan Allah. (*nasihat-nasihat terhadap jemaah yang telah dibentuk sebelum berangkat khuruj, perkara terpenting ialah mengikuti tertib-tertib yang telah diberikan dalam usaha dakwah dan tabligh).
Bayan Wafsi: Bayan untuk mereka yang baru pulang dari jalan Allah.
Kerangka kerja tempatan juga diterangkan kepada mereka. (*nasihat-nasihat yang
diberikan setelah jemaah kembali dari khuruj, perkara yang terpenting ialah
menjalankan kerja-kerja dakwah di tempat sendiri. Disebut juga sebagai bayan
tangguh. Ada juga menyatakan istilah yang sepatutnya adalah bayan hidayah amal
maqami.)
Ghast: Ziarah dari rumah ke rumah atas maksud iman. (Jaulah) usaha
yang mirip dengan yang dilakukan Rasulullah Saw. ketika pergi berjumpai setiap
orang di Makkah. (*disebut juga sebagai dakwah umumi. Ghast ini dilakukan
sebelum maghrib atau selepas solat maghrib dengan dimulai muzakarah adab
ziarah. Program harian semasa keluar di jalan Allah dan program mingguan semasa
berada di tempat tinggal atau maqami. Sekurang-kurangnya 45 minit masa yang
dikehendaki.)
Halaqah: Dalam setiap markas, dibagi menjadi beberapa kawasan yang disebut halaqah. Halaqah terdiri dari beberapa sub halaqah dan sub halaqah dibagi lagi menjadi mohalla-mohalla
Halaqah: Dalam setiap markas, dibagi menjadi beberapa kawasan yang disebut halaqah. Halaqah terdiri dari beberapa sub halaqah dan sub halaqah dibagi lagi menjadi mohalla-mohalla
Ikhtilat dan tafakud: Memilih dan mempertemukan mereka
yang layak untuk dibentuk ke dalam jamaah yang akan turun di jalan Allah.
Intizam: Pekerjaan pengurusan, pengendalian dan pengelolaan untuk
menyelenggarakan perhimpunan (jord, ijtima' dan sebagainya.)
Targhib: Memberi perkataan (ucapan) kepada orang lain/ dorongan
untuk membangkitkan rasa suka.
Tasykil: Usaha membujuk atau mengajak orang banyak dengan memberikan
ajakan-ajakan dan keterangan-keterangan agar dapat meluangkan waktu di jalan
Allah.
Bayan Ta'ruf: Majlis penerangan untuk memperkenalkan jemaah setelah tiba
di tempat tujuan. Lazimnya dilkukan setelah melakukan solat fardhu zuhur.
Bayan Subuh: Penerangan berkenaan 6 perkara atau sifat utama yang ada
pada sahabat Rasulullah Saw.
C. Penutup
1. Kesimpulan
Ilmu dakwah adalah ilmu yang
mempelajari tentang bagaimana berdakwah atau mensosialisasikan ajaran Islam
kepada objek dakwah (masyarakat) dengan berbagai pendekatan agar nilai-nilai
ajaran Islam dapat direalisasikan dalam realitas kehidupan, dengan tujuan agar
mendapat ridha Allah SWT.
Objek material ilmu dakwah adalah
unsur substansial ilmu dakwah yang terdiri dari enam komponen, yaitu da’i,
mad’u, metode, materi, media dan tujuan dakwah.
Objek formal ilmu dakwah adalah
manusia dilihat dari sisi fitrahnya yang hanif atau cenderung kepada
Tuhan (Agama). Dakwah dalam hal ini memberdayakan manusia dalam rangka
mewujudkan masyarakat ideal. Sesuai dengan ajaran-ajaran Islam. Mewujudkan
masyarakat ideal inilah yang kemudian menjadi tujuan dari dakwah.
2. Saran
Semoga
dengan mempelajari Lingkup dan kajian ilmu dakwah
kita dapat mengaplikasiakannya dalam kegiatan dakwah kita di lingkungan
masyarakat. Dan kita sadar bahwa dakwah adalah kegiatan yang paling tua
yang dilakukan umat manusia, yang dimulai dari zaman nabi Adam As. Sebagai
manusia berbudaya pertama dimuka bumi.
kita dapat mengaplikasiakannya dalam kegiatan dakwah kita di lingkungan
masyarakat. Dan kita sadar bahwa dakwah adalah kegiatan yang paling tua
yang dilakukan umat manusia, yang dimulai dari zaman nabi Adam As. Sebagai
manusia berbudaya pertama dimuka bumi.
Daftar Pustaka
Ahmad Warson Munawir. 1997. Kamus al-Munawwir. Surabaya: Pustaka
Progresif.1997.
Ibnu Tamiyyah, Majmu’ Al Fatawa. Riyad : Mathabi’ al Riyadh, Juz XV, cet. Pertama.
1985.
Al-Bahy al-Khauly, Tadzkirat al-Du’at. Kairo : Maktabah Dar
al-Turas, 1408 H/1987 M. Cet. Ke-8.
Syekh Ali Mahfudz, Hidayat al Mursyidin. Mesir : Dar
al-Mishr, 1975. Cet. Ketujuh.
Lihat Abdul Munir Mulkhan, Ideologisasi Gerakan Dakwah. Yogyakarta
: SI Press, 1966.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar